
PERKOSAAN merupakan salah satu tidak kejahatan yang sering terjadi. Berita terakhir, seorang mahasiswi yang juga aktivis anti kekerasan, dirampok dan diperkosa di kamar kosnya. Sepertinya pelaku kejatahan yang melakukan perkosaan, selalu mengawali dengan aksi kejahatan yang lain. Tapi tahukah Anda, apa dan bagaimana psikologis pelaku dan korban perkosaan? Atau Anda sudah tak punya empat lagi dengan korban perkosaan?
Perkosaan adalah tindak kekerasan atau kejahatan seksual yang berupa hubungan seksual yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan dengan kondisi: (1) tidak atas kehendak dan persetujuan perempuan, (2) dengan “persetujuan” perempuan namun di bawah ancaman, (3) dengan “persetujuan” perempuan namun melalui penipuan. Dalam KUHP (pasal 285) disebutkan “perkosaan adalah kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa seseorang perempuan bersetubuh dengan dia (laki-laki) di luar pernikahan.” Apabila ada perempuan yang mengalami tindak kekerasan seksual namun tidak memenuhi isi pasal 285 KUHP tetap bisa melaporkannya dan menuntut si pelaku dengan mempergunakan pasal-pasal lain yang berhubungan dengan kejahatan kesusilaan.
Ada beberapa hal yang perlu Anda perhatikan tentang perkosaan. Biasanya, Terjadi secara spontan. Biasanya pemerkosa sudah mempunyai niat, dilakukan tergantung kesempatan. Pelaku bukan orang asing. Pelaku perkosaan seringkali adalah orang yang sudah dikenal, seperti pacar, teman, tetangga atau saudara. Bukan hanya terjadi di tempat sepi. Kebanyakan kasus perkosaan terjadi di tempat yang “aman” termasuk di rumah, tempat kerja atau sekolah. Bukan hanya terjadi pada orang dewasa. Perkosaan juga dialami oleh anak-anak, remaja atau orang tua.
Semua perempuan bisa menjadi korban perkosaan, tanpa memperdulikan penampilan, cara berpakaian, agama, ras, suku, pendidikan, pekerjaan atau tingkat sosial ekonomi. Bukan hanya dilakukan oleh laki-laki penderita gangguan jiwa, tapi dapat juga dilakukan oleh laki-laki normal. Bukan hanya dilakukan oleh laki-laki yang berstatus sosial ekonomi rendah. Semua laki-laki bisa menjadi pemerkosa tanpa memperdulikan tingkat sosial ekonomi, pendidikan, pekerjaan, atau penampilan. Bukan hanya masalah perempuan. Perkosaan menjadi tanggung jawab bersama, baik laki-laki maupun perempuan serta masyarakat dan negara. Merahasiakan perkosaan tidak menyelesaikan masalah. Carilah pertolongan pada orang yang dapat dipercaya dan bisa membantu Anda.
Ada beberapa jenis perkosaan. Perkosaan oleh orang yang dikenal. Perkosaan jenis ini dilakukan oleh atau anggota keluarga (bapak, paman, saudara). Perkosaan oleh pacar (dating rape). Perkosaan terjadi ketika korban berkencan dengan pacarnya, seringkali diawali dengan cumbuan yang diakhiri dengan pemaksaan hubungan seks. Perkosaan dalam perkawinan (marital rape). Biasanya terjadi terhadap istri yang punya ketergantungan sosial ekonomi pada suami; berupa pemaksaan hubungan yang tak dikehendaki oleh pihak istri. Perkosaan oleh orang asing. Perkosaan jenis ini seringkali disertai dengan tindak kejahatan lain, seperti perampokan, pencurian, penganiayaan ataupun pembunuhan.
Secara psikologis, korban perkosaan selalu menyalahkan diri sendiri dan merasa dirinya “jijik”. Biasanya juga korban punya perasaan mudah marah, takut, cemas, gelisah, merasa bersalah, malu, reaksi-reaksi lain yang bercampur aduk, menyalahkan diri sendiri, menangis bila teringat peristiwa tersebut, ingin melupakan peristiwa perkosaan yang telah dialami, merasa diri tidak normal, kotor, berdosa, tidak berguna, merasa lelah, tidak ada gairah dan tidak bisa tidur, selalu ingin muntah, perut dan vagina terasa sakit, ingin bunuh diri. Jadi, berikan perhatian pada korban perkosaan, jangan tuding macam-macam. [berbagai sumber/joko/foto: istimewa]