Telah diciptakan banyak alat untuk merangsang dan memuaskan G-spot. Janggal rasanya kalau Anda dan pasangan tak pernah mendengar istilah G-spot. Jika cerita seks menjadi media untuk saling berbagi intimasi, maka G-spot bukan hal baru untuk Anda berdua.
Adalah dokter asal Jerman bernama Ernst Grafenberg yang menulis pertama kali tentang sebuah zona sensitif penuh titik rangsangan pada bagian depan dinding vagina yaitu G-spot. Sang dokter menulisnya dalam sebuah buku berjudul “The G-spot” pada tahun 1982.
Zona ini berada di belakang tulang kemaluan dan sering kali dianggap berjasa sebagai pemicu vagina (vs clitoral) untuk orgasme, dan bahkan sebuah katalis (zat yg dapat mempercepat atau memperlambat reaksi yang pada akhir reaksi dilepaskan kembali dalam bentuk semula/KBBI) untuk ejakulasi wanita.
Pada waktu bersamaan, G-spot secara umum diejek sebagai keabadian mitos seperti dikatakan oleh psikiater Austria dan pendiri aliran psikoanalisis dan ilmu psikologi, Sigmund Freud. Ia mengatakan, orgasme pada area klitoris adalah suatu bentuk “kecil” dari klimaks orgasme vagina, yang membutuhkan adanya penetrasi penis.
”Dalam pandangan Freud, tidak ada dua cara untuk hal ini: jika seorang wanita tidak bisa puas dengan penetrasi seks, maka pasti sesuatu yang salah dengannya,” kata Ian Kerner PhD, penulis “She Comes First”, seperti dikutip Webmd.
Eksistensi G-spot memang masih menjadi perdebatan, dan apakah ini fakta atau fiksi, semua tergantung pada kepada siapa Anda bertanya.
"G-spot itu ada. Ini adalah sumber kekuatan orgasme bagi kebanyakan wanita," tutur Seth Prosterman PhD, seksolog klinis dan terapi pernikahan dan keluaraga dari San Francisco.
"Saya kira G-spot itu ada. Sebagai urolog, kami banyak bekerja di daerah tersebut (di mana G-spot berada) dan ada sesuatu di sana," ujar Ira Sharlip MD, Profesor Urology dari Universitas California di San Francisco.
Prosterman dan pakar medis lainnya menekankan pentingnya G-spot sebagai konteks pembicaraan, sebab ini menjadi perpanjangan topik seputar anatomi klitoris, yang meluas ke saluran vagina. Kerner menulis bahwa G-spot "tidak lebih dari akar klitoris yang saling menyilang di atas spons uretra”.
Helen O'Connell MD, kepala unit neurourology Royal Melbourne Hospital Departemen Urologi di Australia, mengatakan, "G-spot memiliki banyak kesamaan dengan gagasan Freud soal orgasme vagina. Ini adalah konsep seksual, khususnya anatomis, yang menyebabkan kebingungan dan telah memunculkan gagasan keliru tentang seksualitas wanita yang memang sangat kompleks.”
Pada akhirnya, apakah perdebatan seputar kesenangan ini adalah fakta atau fiksi mungkin tidak akan jadi masalah besar. O 'Connell, yang turut menulis studi tentang anatomi klitoris pada jurnal Urology 2005, mengatakan bahwa memfokuskan diri pada perdebatan seputar G-spot dengan mengesampingkan seluruh tubuh wanita adalah "sedikit mirip dengan merangsang testis pria tanpa menyentuh penis dan mengharapkan terjadinya orgasme hanya karena cinta itu ada”.
Dia menambahkan, fokus pada bagian dalam vagina dengan mengesampingkan klitoris ibarat "tidak mungkin mencapai orgasme. Sebab klitoris, uretra, dan vagina adalah satu unit, mereka sangat erat terkait."
Karena hingga kini tak ada kesepakatan tentang apa definisi G-spot, memperdebatkan keberadaannya terpulang kembali pada keyakinan Anda.(ftr)
Saturday, February 6, 2010
Lagi, Perdebatan soal G-spot
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment