Seksologi: Stres | |
Oleh: Prof. DR. Dr. Wimpie Pangkahila Sp. And, Dokter ahli andrologi dan seksologi. Kasus: "Saya seorang suami berumur 35 tahun. Setiap hari saya bekerja cukup lama dan berat, khususnya pekerjaan yang menggunakan otak. Hidup saya penuh dengan stres. Selain pekerjaan, saya juga mengalami stres karena konflik dalam keluarga yang tidak perlu diceriterakan di sini. Namun antara lain karena masalah ekonomi yang mungkin karena tuntutan kebutuhan di atas kemampuan. Sejak enam bulan lalu saya mengalami hambatan dalam melakukan hubungan seksual karena ereksi terganggu. Gairah seksual juga tidak ada lagi. Padahal, istri tetap ingin melakukan hubungan seksual. Anehnya, kadang-kadang saya sangat bergairah ingin melakukan hubungan seksual. Sayangnya, hubungan itu tidak memuaskan, tidak seperti biasanya. Pertanyaan saya: Apakah stres memang dapat mengganggu ereksi dan menghilangkan gairah seksual? Mengapa hubungan seks yang saya lakukan pada saat sangat bergairah ternyata tidak memuaskan?" (Mul, Bandung) Jawab: Tergantung Stressor Setiap jenis stres, baik fisik maupun psikis, bisa menjadi stressor (faktor penyebab stres) yang dapat menimbulkan gangguan fungsi seksual. Terutama penyebab hilangnya atau tertekannya dorongan seksual dan disfungsi ereksi (impotensi). Akibat dorongan seksual lenyap atau tertekan, reaksi seksual tidak terjadi. Pada laki-laki tak terjadi ereksi penis, sedangkan pada wanita tidak terjadi perlendiran vagina dan ereksi klitoris. Apa akibatnya? Pria tidak akan mampu melakukan hubungan seksual, sedangkan wanita walaupun tetap dapat melakukan hubungan seksual, tentu bersifat pasif dan hanya melayani. Dapat pula terjadi gangguan ereksi penis, meski dorongan seksual tetap ada. Keadaan inilah yang umum disebut impotensi. Gangguan fungsi seksual tersebut di atas baru terjadi kalau stressor yang dialami cukup kuat untuk menimbulkan gangguan. Kalau stressor yang dialami tak cukup kuat, tidak sampai menimbulkan akibat pada gangguan fungsi seksual. Dalam keadaan seperti ini, orang yang mengalami stres justru berusaha menghilangkan stresnya, antara lain dengan mencari mencari "rekreasi" dengan melakukan hubungan seksual. Dengan melakukan hubungan seksual sampai mencapai orgasme, orang merasakan sensasi erotis yang menyenangkan, sehingga melupakan stresnya sesaat. Hanya saja, setelah itu dia akan kembali mengalami stres bila masalah yang mengakibatkannya masih ada. Kepuasan Berbeda Terdapat perbedaan antara orang yang melakukan seksual pada saat stres dengan tanpa stres. Orang yang melakukan hubungan seksual pada saat stres, walaupun stressor-nya tidak sampai mengganggu fungsi seksualnya, tetap merasa ada sesuatu yang menghambat secara psikis. Akibatnya, walaupun dapat mencapai orgasme, kepuasan seksual yang dirasakan setelah itu, tidak seperti yang dirasakan oleh orang yang tanpa stres. Karena itulah, sebagian orang tidak senang melakukan hubungan seksual bila sedang mengalami stres. Jadi kalau Anda merasa gairah seksual menurun dan mengalami gangguan ereksi, itu wajar terjadi karena tengah menghadapi stres yang cukup berat. Sebaliknya, kalau Anda merasa kadang-kadang gairah seksual muncul, itu juga dapat dimengerti sebagai suatu keinginan untuk mencari pelepasan dari stres yang dialami. Namun, karena hubungan seksual dilakukan dalam keadaan yang tidak sehat sehubungan dengan adanya stres, Anda tidak merasakan kepuasan seksual sebagai mana biasa.@ | |
Sumber: Senior |
Saturday, October 11, 2008
Seksologi: Stres
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment