BENCONG, BANCI, WADAM, Waria, Wandhu (jawa -red), atau apapun sebutannya, tapi yang jelas, mereka --para waria-- itu ada di tengah masyarakat kita. Mereka selalu dianalogikan dengan perilaku yang lemah gemulai, lembut dan kewanita-wanitaan.
Waria, kependekan dari wanita pria, banci, pria yang jiwa tingkah laku serta fisiknya bersifat wanita atau kewanita-wanitaan memang bukan dibuat-buat, tetapi bawaan lahir. Begitu definisi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan Badudu - Zain.
"Pada dasarnya, secara fisiologis, waria itu sebenarnya adalah pria. Cuma pria ( waria, red ) ini mengidentifikasikan dirinya menjadi seorang wanita. Baik dalam tingkah dan lakunya. Misalnya, dalam penampilan atau dandanannya, ia mengenakan busana dan aksesori seperti halnya wanita. Begitu pun dalam perilaku sehari-hari, ia juga merasa dirinya sebagai seorang wanita yang memiliki sifat lemah lembut,"ungkap Drs. Marcel Latuihamallo, Msc, Ketua Mitra Indonesia.
Bahkan pada banyak waria, yaang berupaya melakukan operasi plastik dengan memperbesar dada, memperbaiki wajah, mengubah kelamin, sehingga ada yang menyebut sebagai wanita plastik.
Keberadaannya, meski tidak secara langsung diakui sebagai bagian dari warga masyarakat, seperti misalnya dengan identifikasi KTP, tetap saja diwarnai kontroversi. Karena waria ini merupakan sosok laki-laki, yang sudah tentu berkelamin laki-laki, tetapi berpenampilan seperti wanita. Waria, melihat dirinya sebagai laki-laki yang rangkap yaitu sebagai wanita dalam tubuh laki-laki, dengan mengubah tatanan penampilan bagai wanita.
Sebenarnya, dalam aktivitas sehari-hari, mereka melakukan hal yang normal. Mereka umumnya berprofesi di bidang-bidang yang memerlukan keterampilan yang biasa dilakukan wanita. Baik salon, butik atau di lapangan kesenian, meskipun ada juga yang kerja kantoran. Mereka sering tampil apa adanya, artinya tidak menutup-nutupi ciri kewariaan mereka. Biarpun berpakaian laki-laki, misalnya, gaya bicara dan tingkah laku mereka, punya kekhasan. Atau sekalian berpakaian wanita, tentu lengkap dengan pernak-perniknya. Bahkan dulu agak malu-malu, kini mereka cenderung lebih berperan dan terbuka.
Seperti misalnya Avi, artis waria yang sekarang ditahan karena kasus narkoba. "Namaku di KTP, ya, nama asli dong. Karena aku lahir 'kan sebagai laki-laki,"cetus waria berusia berdarah Belanda dengan nada kemayu. Tangannya dengan kuku berkuteks merah, langsung membuka tas dengan luwes. Sebuah backpack bermerek Chanel. Dihamparkannya beberapa identitas dirinya, seperti KTP, juga kartu tanda organisasi kewariaan. Yang selain mencantumkan nama asli, juga nama warianya beserta profesinya. Atau Chenny Han, malah dengan mental baja merebut gelar juara I lomba "Professional Corrective Make-Up Competition" di Long Beach, Amerika.
Bagaimana menyikapinya? Waria selalu diperlakukan sebagai "objek penderita" apalagi dalam sinetron-sinetron yang sering ditayangkan di televisi. Apakah waria seperti itu? Tentu saja tidak. Ada banyak waria yang berprestasi, bahkan ke tingkat dunia seperti Cheny Han tadi. Jadi, meski mereka punay "kelainan" tapi hormatilah mereka juga. Akur? [joko/foto: istimewa]
No comments:
Post a Comment