Hotcorner: Hangatnya Wanita Sakura | |
Selain agresif dalam bekerja, wanita Jepang agresif pula di ranjang. Kehangatan tubuh wanita Sakura ini, mampu mengimbangi dinginnya salju. Itulah salah satu kesan yang saya rasakan, waktu berkunjung ke Jepang. Keinginan berjalan-jalan ke negari "matahari terbit" sebenamya sudah lama bersemayam dalam benak, namun tak kunjung terealisasikan. Di luar dugaan, saya ditugaskan oleh atasan untuk meliput event otomotif yang diselenggarakan sebuah perusahaan mobil terbesar di Jepang. Ini adalah perjalanan pertama saya ke sana. Ada beberapa media massa internasional yang diundang. Untuk Indonesia, ada lima media massa yang diundang termasuk majalah tempat saya bekerja. Waktu berjalan cepat. Seperti mimpi rasanya, saat kaki saya menginjak bandara internasional Kansai, Jepang. Bandara yang bersih tidak seperti bandara Indonesia yang terkesan kumuh apalagi toiletnya. Satu diktum pernah mengatakan, ingin melihat karakter suatu bangsa, "lihatlah bandaranya, bersih atau kotor, kalau kotor berarti karakter bangsa itu juga kotor." Saat itu sore menjelang senja. Bersama teman-teman dari Jakarta saya diantar panitia ke sebuah hotel yang cukup terkenal, berjarak sekitar dua jam dari bandara Kansai. Di sinilah awal perkenalan saya dengan public relations perusahaan otomotif Jepang itu. Yosi (nama samaran), wanita berparas cantik, mata sedikit sipit, tapi tidak sipit seperti wanita Cina. Cantik namun tidak melebihi kecantikan wanita Indonesia. Kelebihan Yosi ada pada kulitnya yang putih, sebagai hasil dari geografis Jepang yang tidak tropis dan panas seperti Indonesia. Bila geografis Indonesia seperti Jepang, kulit wanita Indonesia pun otomatis akan putih bersih laksana buah bangkuang. Event otomotif berlangsung empat hari. Setiap sesi wajib diikuti dari pagi sampai sore. Penghujung acara adalah berkunjung ke pabrik pembuatan mobil. Acara selesai kami kembali ke hotel masing-masing. Setelah itu kita bebas pergi ke mana saja. Mau pakai pemandu, panitia menyediakan pemandu, tinggal minta. Berbeda dengan teman wartawan lain, setiap sampai di hotel saya menyempatkan berbicara dengan Yosi walaupun sebentar. Ini membuat hubungan saya dengan Yosi semakin dekat. Padahal kita baru saling kenal. Kita saling bertukar cerita dari soal sosial, budaya, dan mitos. Ia sangat tertarik dengan cerita tentang santet. Ia kaget dan tak percaya ketika saya bercerita bahwa santet bisa membunuh orang. Dalam perut korban terdapat pecahan kaca dan besi, yang akan membuat korban susah makan, kesakitan, setelah itu mati. Penyakit seperti ini tidak bisa diobati secara medis, tapi harus dengan bantuan dukun. Yang membuatnya lebih kaget lagi, waktu mendengar kisah tentang pelet atau buluh perindu. Ilmu menaklukkan wanita tanpa rayuan, yang mampu membuat wanita mengikuti perintah pria. Ini salah satu ilmu yang ditakuti kaum wanita Indonesia. Yosi bingung. "Dalam era globalisasi sekarang, santet atau hal-hal yang tidak rasional akan membuat orang terkungkung dalam takhyul," tutur Yosi sambil tersenyum. Yosi pun bercerita tentang kehebatan kaum samurai Jepang Kuno. "Kaum samurai membangun Jepang menjadi negara yang kuat. Semangat pantang menyerah, pasrah dan putus asa, tanggung jawab dan malu bila gagal, mengalir ke generasi sekarang. Ini salah satu unsur yang menyebabkan Jepang menjadi maju," katanya. Selamat Malam Yosi Di hari terakhir, sebelum kembali ke Indonesia, saya menyempatkan menelepon Yosi untuk datang ke hotel. Yosi, wanita cantik itu, memberikan segudang kenangan tak akan terlupakan. Asmara, budaya profesional, tertib dam disiplin yang mereka miliki, menjadi inspirasi untuk saya mengubah diri. "Saya kira tidak datang. Langsung dari rumah atau dari kantor?' Tanya saya sebagai pembuka pembicaraan. "Dari rumah. Bagaimana, senang kan tinggal di Jepang?" lanjutnya. Kita langsung menuju cafe hotel, menikmati indahnya malam dan hangatnya sake. Malam berjalan pelan, setia menemani saya yang sedang dilanda asmara Jepang. Usai menikmati malam, kita langsung menuju kamar hotel. Saling mengerti apa yang harus dilakukan: asmara berselimut seks. Tidak ada lagi pembicaraan serius. Kita saling berbagi dan memberi makna akan perkenalan dengan kenangan abadi. Tidak berbeda dengan wanita Eropa yang menganut paham liberal, agaknya berhubungan seks sudah menjadi suatu hal biasa bagi wanita Jepang. Dan benarlah bukan sekadar mitos, bahwa wanita Jepang selain agresif bekerja ternyata agresif juga di ranjang. Sesuai dengan karakter bangsanya, Yosi keras, pantang menyerah, dan putus asa. Tidak ada rasa sungkan dan canggung, yang menunjukkan Yosi bukan pemula. Teknik seksnya jauh lebih sempurna dari wanita yang pernah saya kenal. Hampir dua jam lebih kita bermesraan, lelah dan berakhir dengan senyuman. Khayalan saya langsung melayang ke pulau dewata. Salah satu obyek wisata Indonesia yang banyak dikunjungi turis Jepang. Di Bali, wanita-wanita negeri sakura selain menikmati kebudayan dan indahnya alam, juga menikmati keperkasaan pria Bali. Tak aneh bila di sepanjang pantai atau jalanan obyek wisata Bali, wanita Jepang bergandengan bebas dengan pria setempat. Dan pria Bali konon lebih senang berhubungan seks dengan wanita Jepang daripada wanita Eropa. Karena kulit mereka yang putih bersih, tidak berbintik-bintik. Struktur tubuh mereka pun seimbang. Tidak ada kenangan berbentuk benda yang saya berikan. Yosi pun tidak memberikan cenderamata, selain kenangan asmara seks. Yang jelas kita saling bertukar kartu nama dan e-mnil. Kini bila saya merindukannya, untuk melampiaskan, kita saling berkirim e-mail. © (Seperti diceritkan Porman kepada Ajo) | |
Sumber: Male Emporium |
Friday, July 25, 2008
Hotcorner: Hangatnya Wanita Sakura
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment